“Ada banyak peserta yang tidak lulus ujian langsung ciut meninggalkan ujian tidak sampai selesai. Berapapun nilai yang kalian dapatkan, ikutilah ujian sampai selesai agar Anda dapat mengetahui materi uji yang harus dikerjakan dan ketika mencoba ujian lagi dilain kesempatan kalian bisa lebih siap,” ujarnya.
Penjelasan ini tentu bukan untuk menakut-nakuti karena itu memang ketentuan yang sudah sepakati Dewan Pers. Siapa saja yang mengaku wartawan, sudah selayaknya mengikuti UKW untuk menakar kemampuan dan kompetensinya di profesi ini.
UKW menjadi sarana pemerataan peningkatan sumber daya manusia wartawan Indonesia. Hanya mereka yang memang benar-benar menggelar profesi ini yang berpeluang besar untuk lulus dan dinyatakan berkompeten.
Bagi yang hanya mengaku-ngaku wartawan tetapi tidak menjalankan tugas sebagai wartawan, disarankan untuk mempertimbangkan matang-matang dan mempersiapkan diri jika ingin uji nyali mengikuti UKW.
Mereka yang sudah menjalani profesi wartawan pun ada yang tidak lulus atau dinyatakan tidak berkompeten, sehingga harus kembali mengulang UKW di jenjang yang sama. Tidak heran situasi ini kadang bisa membuat ciut nyali bagi mereka yang belum siap.
Peserta yang mendapatkan nilai di bawah 70 poin, sebenarnya bisa mengajukkan banding. Namun, prosesnnya lama dan ribet.
“Ada pernah kejadian wartawan mendapatkan nilai di bawah 70, mengajukan banding. Penguji dipanggil dengan wartawannya disidang oleh sembilan orang dari Dewan Pers. Waktu banding tidak 1-2 bulan, bahkan berganti kepengurusan Dewan Pers belum tentu banding dapat selesai diproses. Dan, selama proses banding, kalian tidak bisa ikut UKW sampai prosesnya selesai,” ujarnya.
Pahit menegaskan bahwa UKW pada dasarnya dilaksanakan untuk mencetak sebanyak-banyaknya wartawan berkompeten di Indonesia, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah. Wartawan berkompeten diyakini dapat menjalankan tugasnya secara profesional.
“Saya yakin kawan-kawan wartawan punya komitmen untuk menjaga marwah profesi yang membedakan kalian dengan wartawan abal-abal. Banyak pengalaman wartawan yang tidak berkompeten justru merusak profesi wartawan,” tegasnya.