Warga Luwuk Bunter Sudah Lama Bersabar, Bisa Jadi Potensi Konflik Besar Akibat Masifnya Perampasan Lahan

bsp konflik lahan
PERTAHANKAN HAK: Lahan warga yang baru saja digarap alat berat milik perusahaan di irigasi pertanian Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga.

”Kami awalnya masih percaya hukum. Tetapi, kalau seperti ini, hukum negara ini tidak bisa hadir ke kami, masyarakat kecil.”

Aster Yansen (Warga Luwuk Bunter)

SAMPIT, radarsampit.com – Sengketa lahan di kawasan irigasi Danau Lentang, Desa Luwuk Bunter Kecamatan Cempaga, belum juga selesai. Bahkan, perampasan lahan disinyalir terus berlangsung. Ratusan warga kehilangan tanah dan kebunnya yang telah ditanam selama puluhan tahun.

Bacaan Lainnya

Aster Yansen, seorang korban perampasan mengatakan, mereka seakan berjuang sendiri menghadapi persoalan tersebut. Surat yang disampaikan, baik ke pemerintah desa, kecamatan, hingga Pemkab Kotim, tak membantu pihaknya mengatasi penggarapan lahan yang dinilai kian brutal tersebut.

”Seakan-akan tidak ada negara yang bisa melindungi hak-hak kami. Kami dibiarkan berjuang sendiri mempertahankan apa yang sudah kami kelola selama puluhan tahun,” ujar Aster Yansen, kemarin (30/8).

Aster mengaku telah menemui pihak perusahaan perkebunan PT Borneo Sawit Persada untuk mempertanyakan dasar penggarapan lahan. Akan tetapi, pihak perusahaan justru mengabaikan tanpa penyelesaian.

Baca Juga :  Bagendang Hilir Jadi Percontohan Desa Anti Korupsi

”Persoalan ini memang sengaja didesain untuk memancing kericuhan dan konflik. Perlu diingat, kalau sampai ada bentrok di lapangan dan lain sebagainya, jangan salahkan masyarakat! Kami sudah cukup lama bersabar dan melihat alat-alat berat perusahaan menggarapnya di depan mata kami. Kami awalnya masih percaya hukum. Tetapi, kalau seperti ini, hukum negara ini tidak bisa hadir ke kami, masyarakat kecil,” tegasnya.

Korban lainnya sebagian menguasakan persoalan tersebut untuk diurus ormas adat setempat. Sebagian warga masih memilih menghadapi dan berjaga sendiri di lahan.

”Saya masih menjaga lahan saya, tapi mereka ini cerdik. Ketika kami pulang, baru mereka garap lahan kami. Kalau kami di lokasi, mereka tidak bekerja,” ujar Ungus.

Ungus melanjutkan, ratusan hektare tanah masyarakat di lokasi tersebut telah rata oleh alat berat perusahaan. Warga bersepakat dalam waktu dekat akan mengusir paksa alat berat dari lokasi tersebut.



Pos terkait