Benang Kusut Realisasi Plasma Perkebunan Sawit di Kalteng

plasma sawit
Ilustrasi (Faisal/Radar Sampit)

SAMPIT, radarsampit.com – Polemik plasma perkebunan selalu mencuat ke permukaan setiap tahun. Upaya penyelesaian persoalan itu sering tanpa kejelasan, meski berapi-api saat didengungkan. Persoalan itu bahkan juga jadi perhatian pihak perkebunan.

Pada Oktober 2022 lalu, misalnya, Direktorat Jenderal Perkebunan RI, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pusat, Gapki Kalteng, Dinas Perkebunan Kalteng, dan sejumlah pihak lainnya menggelar sosialisasi peraturan terkait kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat. Kegiatan itu untuk menyatukan persepsi mengenai kewajiban plasma 20 persen yang harus dipenuhi perkebunan.

Bacaan Lainnya

Pada pertemuan itu, Gapki Kalteng mendorong pemerintah menjelaskan secara detail Peraturan Menteri Pertanian RI terkait kewajiban plasma terhadap masyarakat sekitar perusahaan. Program itu tak harus berupa perkebunan kelapa sawit.

Pengurus Gapki Cabang Kalteng Dwi Dharmawan melalui Sekretariat Executive Halind mengatakan, pemerintah harus lebih menyosialisasikan aturan detail pada masyarakat. Masih banyak multitafsir terkait program kemitraan atau pembangunan kebun rakyat (plasma) oleh masyarakat di sekitar perusahaan besar sawit (PBS).

Baca Juga :  Disdukcapil Kotim Tak Lagi Terbitkan Suket KTP, Warga Diminta Lakukan Ini Urus Adminduk

Selain itu, regulasi terkait kewajiban plasma juga masih menimbulkan perdebatan dan berpotensi konflik dengan beberapa regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah. ”Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar 20 persen tidak melulu berupa pemberian kebun. Tetapi, dapat dilakukan melalui berbagai pola kemitraan dengan masyarakat,” kata Halind.

Setelah pertemuan itu, tak ada aksi sebagai tindak lanjut. Sosialisasi yang diharapkan tak berjalan di lapangan. Akibatnya, persoalan plasma terus mengemuka hingga memicu aksi massa. Kondisi demikian diperparah dengan diduga abainya sebagian perusahaan memperhatikan masyarakat sekitar dan berbagai persoalan lainnya, terutama terkait sengketa lahan.

Bupati Kotim Halikinnor Agustus tahun lalu mengatakan, realisasi plasma perkebunan di Kotim belum sesuai harapan. Dari total 55 perkebunan yang ada, hanya sekitar 30 persen perusahaan yang sudah melaksanakan. Salah satu kendala penerapan aturan itu berupa ketersediaan lahan.



Pos terkait