Radarsampit.com – Sementara itu, Ketua DAD Kalteng Agustiar Sabran mengatakan, DAD bersama pimpinan organisasi Dayak telah melakukan pertemuan dan rapat koordinasi terkait kasus di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotim tersebut. Peristiwa itu jadi perhatian serius DAD, karena telah terjadi bentrok dan mengakibatkan korban jiwa.
”Kami sudah sepakati beberapa poin terkait bentrok sengketa lahan perkebunan di Desa Pelantaran. Kami sangat menyayangkan bentrokan ini terjadi dan berharap kasus serupa tidak terjadi lagi di Kalteng,” tegas Agustiar, Rabu (13/9/2023).
Beberapa poin kesepakatan, di antaranya meminta semua pihak menahan diri atas bentrokan yang terjadi di Desa Pelantaran. Aparat dan pihak terkait diminta mengusut tuntas kasus sengketa lahan hingga terjadinya bentrok antarwarga.
Kemudian, meminta semua pihak arif dan bijaksana menyikapi bentrok tersebut, tidak melakukan gerakan, dan tidak menyebarkan hoaks terkait kasus tersebut.
Agustiar menambahkan, bentrokan yang terjadi bukan masalah SARA, tetapi kriminal murni terkait sengketa lahan perkebunan yang telah berproses secara hukum positif. ”Saya juga menekankan DAD dan Organisasi Dayak minta aktor terjadinya bentrok segera ditangkap,” tegasnya.
Agustiar menegaskan, DAD Kalteng akan mengambil sejumlah langkah agar kasus tersebut tidak meluas dan agar semua pihak dapat menahan diri. ”Kesepakatan ini nanti akan kita sampaikan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum. Kita ingin, investasi di Kalteng berjalan dengan baik dan kehadiran investasi membawa kesejahteraan bagi masyarakat, bukan malah merugikan masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Tantara Lawung Adat Mandau Talawang mengajukan tujuh permintaan ke Polres Kotim terkait bentrok tersebut. Dalam Surat Mandau Praja 002 yang ditandatangani Ricko Kristelelu selaku Panglima Mandau Talawang, pihaknya mendesak aparat segera menangkap dalang insiden yang menewaskan satu orang itu.
Mereka juga meminta aparat mensterilkan lokasi dan memberikan rasa aman kepada masyarakat Desa Pelantaran-Waru yang saat ini merasa terintimidasi, karena berpotensi menimbulkan terjadinya bentrokan yang lebih besar. Kejadian itu sudah melanggar perjanjian Tumbang Anoi 1894. Hal itu dibuktikan atas terjadinya pembunuhan dan serang menyerang sesama masyarakat adat Dayak.