DPR Lawan Putusan MK demi Loloskan Anak Presiden

Pamer Kekuasaan tanpa Kontrol, Pembangkangan Konstitusi Harus Dilawan

ilustrasi pilkada
ilustrasi pilkada (net)

Langkah itu juga bentuk pamer kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol. “Seolah ia merupakan hukum, bahkan melebihi hukum dan sendi-sendi konstitusionalisme,” ujarnya kemarin.

Rezim yang otokratis itu, lanjut dia, telah melanggengkan praktik otokrasi legalisme. Tujuannya untuk mengakumulasikan kekuasaan hingga ke level pemerintahan daerah.

Bacaan Lainnya

Upaya demikian, dinilai telah mendelegitimasi Pilkada 2024 sejak awal. “Sebab aturan main Pilkada diakali sedemikian rupa untuk meminimalisasi kompetitor dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif,” imbuhnya.

Oleh karenanya, Bivitri menilai pembangkangan konstitusi oleh Presiden dan partai politik pendukungnya harus dilawan. Pihaknya meminta Presiden dan DPR menghentikan Revisi UU Pilkada dan mematuhi MK dengan mengubah PKPU.

”Jika Revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan MK, maka segenap masyarakat sipil bisa melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani,” tegasnya.

Pakar kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini mengingatkan jika putusan MK final dan mengikat. Jika tidak dilaksanakan, maka bisa berakibat pada kecatatan pelaksanaan Pilkada.

Baca Juga :  Anies Baswedan Optimistis Gelombang Perubahan Makin Besar

”Bila terus dibiarkan berlanjut, maka pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan,” ujarnya.

Dalam sistem hukum Indonesia, MK adalah penafsir konstitusi satu-satunya yang memiliki kewenangan menguji UU. Maka Pemerintah, DPR, dan semua elemen bangsa harus menghormati dan tunduk pada Putusan MK dengan tanpa kecuali.

”Ketika MK sudah memberi tasir, maka itulah yang harus diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang,” tegasnya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) Radian Salman meminta agar DPR menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada tersebut. “Melanjutkan pembahasan ini, apalagi bertentangan dengan MK, maka mereka akan mewariskan keburukan demokrasi,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin.

Revisi UU Pilkada di masa akhir jabatan, hanya akan membuat DPR makin ditinggalkan rakyat. Apalagi, revisi ini terkesan mendadak dengan pikiran yang sangat pragmatis jangka pendek. Bukan kepentingan jangka panjang sebagai mana niat peraturan perundangan dibuat.



Pos terkait