HGU yang dikantongi PT BUM menjadi momok warga yang memiliki lahan di dalam areal tersebut. Selain itu, ketika adanya program PTSL, warga tidak bisa ikut, karena tanah yang menjadi objek PTSL koordinatnya berada dalam HGU.
Adapun BPN Kotim menegaskan, tidak mudah mengevaluasi HGU perusahaan. Hanya ada dua skema yang ditempuh, yakni gugatan perdata di Pengadilan Negeri Sampit dan meminta tandatangan persetujuan dari Direktur PT BUM agar tanah masyarakat bisa dikeluarkan dari HGU.
Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya mendukung masyarakat sejumlah desa di Antang Kalang menuntut hak tanahnya dikeluarkan dari HGU perkebunan PT BUM. Syaratnya, lahan itu belum pernah dijual atau diganti rugi anak perusahaan dari NT Corps tersebut.
”Saya dukung masyarakat untuk berjuang mempertahankan haknya. Lagian HGU itu bukan kitab suci, kok,” kata Halikinnor, Senin (10/10).
Halikinnor menuturkan, seharusnya tanah masyarakat yang masuk areal HGU harus dikeluarkan atau di-enclave. Dengan demikian, masyarakat bisa mengusahakan sendiri dan meningkatkan status hak kepemilikan atas tanahnya walaupun berada di dalam areal HGU.
Dia menambahkan, proses HGU merupakan ranah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Akan tetapi, ada panitia B yang melakukan proses dan dituangkan dalam berita acara.
Panitia B merupakan pihak yang bertanggung jawab melakukan cek lapangan, sehingga bisa diketahui apakah ada hak masyarakat yang masih tersangkut atau tidak. Hasil panitia B akan dituangkan dalam sebuah berita acara yang memuat objek tanah milik masyarakat. (ang/ign)