Sejumlah kejanggalan sempat mengemuka dalam sidang. Misalnya, saksi dari Inspektorat Lamandau sempat mengakui bahwa jalan yang dikerjakan tahun 2017 tersebut telah selesai dibangun. Namun, saksi tetap menilai penganggarannya fiktif (kompas.id, 31 Maret 2022).
Ada pula keterangan Rony Novian dari Dinas PUPR Lamandau yang menyatakan, dengan kondisi jalan tersebut, anggaran yang diperlukan hanya Rp 50 juta-Rp 60 juta. Saat kuasa hukum menanyakan alat apa saja yang digunakan untuk uji konstruksi, saksi hanya menjawab menggunakan meteran dan patok.
”Ini udah tidak logis dan lucu. Katanya uji konstruksi jalan sehingga bisa mengeluarkan nilai anggaran, tapi alat yang digunakan hanya patok dan meteran,” kata Parlin Bayu Hutabarat, kuasa hukum Willem Hengki, seperti dikutip dari kompas.id 6 April 2022.
Padahal, kata Parlin, dalam pembuatan jalan itu, kontraktor perlu memotong bukit dan membersihkan jalan menggunakan alat berat dan menyewa pekerja. Dengan begitu, anggaran yang diperlukan lebih dari Rp 50 juta.
Setelah putusan bebas itu, Parlin mengatakan, sejak awal perbuatan yang dilakukan kliennya memang tidak terbukti ada tindak pidana korupsi. Majelis Hakim dalam persidangan menjelaskan secara rinci fakta persidangan, bahwa tidak ada kerugian negara yang dilakukan oleh terdakwa.
”Yang dilakukan terdakwa murni untuk Pemerintah Desa Kinipan, karena jalan itu berfungsi dan berguna bagi masyarakat Desa Kinipan,” ujar Parlin.
Walhi Kalimantan Tengah sebagai bagian dari Koalisi Keadilan untuk Kinipan yang mengawal proses persidangan, mengapresiasi keputusan Majelis Hakim yang membebaskan Willem Hengki. Direktur WALHI Kalteng Bayu Herinata mengatakan, hakim telah menjalankan tugasnya dengan objektif dan independen terkait perkara hukum yang disangkakan kepada Kades Kinipan.
”Pertimbangan yang disampaikan hakim dalam keputusannya kami nilai sudah tepat dengan kesaksian dan fakta persidangan yang disampaikan melalui saksi dan bukti-bukti oleh kuasa hukum Kades Kinipan,” ujar Bayu Herinata.