Oksigen Terbatas, Asap di Dapur Tidak Boleh Menyebar

KRI Nanggala
KESEMPATAN LANGKA: Kru kapal selam KRI Nanggala 402 saat mengecek ruang mesin pada 6 September 2012. Wartawan Jawa Pos THORIQ S KARIM dan fotografer DITE SURENDRA pernah diizinkan melihat langsung bagian dalam KRI Nanggala pada 2012. Mengunjungi ruangan demi ruangan dan menyaksikan gambaran keseharian di dalamnya. Berikut petikan ulang cerita dan foto mereka. (DITE SURENDRA/JAWA POS)

Lorong itu hanya cukup dimasuki satu orang. Saya berpikir, pola kehidupan di kapal selam harus dipenuhi rasa kekeluargaan. Ruangan sempit dan antarawak buah kapal harus saling membantu. Mereka harus saling menjaga emosi.

Selesai melihat dapur, Suraji ganti menunjukkan lemari pada sisi kanan. Ruangan ini agak lebar. Sekitar 200 x 40 sentimeter. Ruangan tersebut adalah tempat tidur untuk komandan kapal. Suraji tidak menjelaskan lebih lanjut ruang kamar tersebut. Dia lalu menunjukkan kotak menyerupai lemari yang berada sejajar dengan ruang dapur. Saya melihat ke dalam ruangan itu dan langsung bisa menebak. Ada kloset dan shower di ruangan tersebut. ”Ini kamar mandi,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Tapi, kamar mandi di kapal selam tidak seperti kapal permukaan. Bisa jadi, kamar mandi hanya digunakan untuk buang air kecil dan besar. Itu pun kalau sudah tidak mampu menahannya. Maklum, ketersediaan air kapal selama berlayar sangat terbatas.

Baca Juga :  Diduga Jual Hutan Desa Ribuan Hektare, Kepala Desa di Lamandau Ini Dilaporkan Warganya ke Kejaksaan

Selesai menjelaskan lorong, Suraji mengajak ke tempat paling ujung. Ruangan ini relatif besar. Banyak perangkat elektronik. Itu ruang kemudi. Ada beberapa layar monitor, ruang periskop, dan ruang kontrol kemudi. Di ruangan itu juga terdapat meja untuk berkoordinasi terntang perencanaan perjalanan, kondisi arus, dan beragam permasalahan lainnya. Suraji tidak menjelaskan lebih detail karena itu merupakan rahasia internal awak kapal tersebut.

Saya bertanya tentang ruangan di bawah. Suraji mengatakan hanya untuk mesin, baterai, gudang makanan, dan tempat penyimpanan lainnya. Tidak ada ruang untuk awak buah kapal. Penghuni kapal berada di bagian tengah atau yang saya tempati kala itu.

Lalu, di mana mereka tidur? Suraji mengajak saya kembali ke ruang semula. Yakni, ruang makan. Dia menunjukkan lipatan papan yang menempel pada dinding. Ditariknya lipatan itu sehingga membentuk papan data bertingkat. ”Awak buah kapal tidur di sini,” ungkapnya.

Tempat tidur itu hanya cukup ditempati 20 orang. Padahal, awak buah kapal berjumlah lebih dari 40 orang. Suraji menyatakan bahwa jam tidur digilir. Sebagian tidur, sebagian berjaga. Itu bergantian selama berlayar.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *