Ketika Banjir Merugikan Petani Lampuyang  

Banjir Merugikan Petani
GAGAL PANEN: Mustafiin, salah atau petani yang sawahnya terendam banjir dan membuat panen padi gagal, Senin (24/5).(YUNI/RADAR SAMPIT)

Tingginya curah hujan belakangan ini membuat petani di Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) merugi. Banjir jadi bencana yang menghantam mata pencaharian mereka.

YUNI PRATIWI, Sampit

Pemandangan banjir langsung menyambut ketika memasuki Desa Lampuyang. Di sepanjang jalan desa itu, air merendam halaman rumah warga. Bahkan, hampir sejajar dengan teras rumah. Sebagian warga terlihat menjemur padi yang telah dipanen di pinggir jalan yang datarannya sedikit tinggi dengan beralaskan terpal.

Selain merendam rumah warga, banjir juga menggenangni sawah petani setempat. Hal itu membuat padi yang ditanam rusak. Bahkan gagal panen. Padi yang mulai menguning dibiarkan begitu saja. Sebab, meski memasuki waktu panen, padi tersebut tidak bisa lagi dipanen karena busuk akibat terendam banjir.

Padi yang terendam rata-rata siap panen. Ketinggian banjir yang merendam sawah hampir mencapai lutut orang dewasa.

Mustafiin, salah seorang petani yang sawahnya terendam banjir mengatakan, meski 20 hektare sawahnya terendam banjir dan sebagian gagal panen, area sawahnya belum mengalami banjir parah dibandingkan sawah di kawasan lain.

Baca Juga :  Pemegang IUPHKm Ancam Ambil Paksa Lahan Perkebunan PT WYKI

”Sekitar 20 hektare yang terendam, tapi yang paling parah di dekat tower. Semua petani gagal panen karena semua sawahnya terendam banjir,” ujarnya.

Dari luasan sawah yang dimiliki, Mustafiin menuturkan, sebelum banjir sudah lebih dulu gagal panen akibat serangan hama wereng. Banjir yang merendam membuat Mustafiin mengalami kerugian lebih besar.

”Awalnya serangan hama yang membuat kami gagal panen. Ditambah banjir, double jadinya,” katanya.

Sebenarnya, ungkap Mustafiin, sawah yang terendam banjir dan gagal panen hanya 20 persen. Selebihnya gagal panen akibat hama wereng. Meski begitu, banjir yang meredam sawahnya membuat panen yang harusnya dilakukan enam bukan sekali menjadi tidak maksimal.

Menurutnya, banjir yang merendam persawahan di desa tersebut merupakan yang terparah dalam 30 tahun terakhir. ”Hampir 30 tahun di sini, baru ini yang terparah banjirnya,” ujarnya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *