Kisah Ganasnya Kampung Narkoba ala Kolombia di Palangka Raya

Nadi Kehidupan dari Bisnis Haram

narkoba
TARGET UTAMA: Personel BNNP Kalteng menggiring pelaku hasil tangkapan di kampung narkoba kawasan Puntun Palangka Raya. (DODI/RADAR SAMPIT)

”Masuk ke lokasi ini, kita melewati tiga pos dan itu sudah ada mata-mata dengan dibekali HT dan drone. Jadi ini sangat terstruktur dan terorganisir,” ujarnya.

Operasi hari itu berakhir tanpa hasil maksimal. Sejumlah bandar yang diburu aparat gagal dibekuk. Petugas hanya mengamankan barang bukti yang ditinggal, yakni 16 paket sabu dan uang sekitar Rp 16 juta.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Lima orang yang diamankan sebelumnya, hanya kaki tangan bandar besar yang menghalangi operasi aparat. Kaburnya para bandar, berkat ketatnya sistem pengamanan di lokasi itu. Jalur pelarian menggunakan speedboat disediakan apabila mereka disergap aparat.

Saleh yang merupakan gembong terbesar, masih mendekam dalam penjara saat operasi digelar. Namun, bukan karena kasus narkoba, melainkan kepemilikan senjata api. Hasil operasi aparat yang digelar di kediamannya pada Agustus 2019 silam. Saat itu dia lolos dari jeratan hukum kasus narkoba karena tak ditemui barang bukti barang haram itu. Polisi akhirnya hanya menjeratnya dengan perkara senjata api ilegal.

Baca Juga :  Perjalanan Panjang dan Melelahkan demi Maksimalnya Pemberantasan Narkoba

Penggerebekan yang dilakukan aparat gabungan 2020 lalu juga mengungkap betapa bebasnya peredaran narkoba di wilayah itu. Sebuah rumah disediakan khusus untuk tempat mengisap sabu. Polisi juga menemukan fakta, para bandar dan pengedar menggunakan warga setempat sebagai mata-mata.

Radar Sampit memperoleh informasi, kesediaan warga menjadi kaki tangan bisnis haram itu, karena ikut kecipratan untung. Bandar sabu memberi sejumlah uang secara rutin pada warga setempat. Selain itu, apabila ada warga yang sakit, biaya pengobatan dibantu sepenuhnya.

Dari hasil penggerebekan, polisi menemukan fakta kampung narkoba tersebut memiliki tiga pos alias tiga lapis gerbang. Ada pula tower pengintai yang dipakai untuk mengamati pihak yang membahayakan bisnis mereka. Mata-mata tersebut dibekali handy talkie (HT) hingga drone.

Masing-masing pos dijaga 1×24 jam oleh sekitar 2-3 orang.Upahnyasekitar Rp 200-300 ribu. Mereka juga diberi sabu secara cuma-cuma untuk digunakan selama piket.

Menurut Jaladri, ketatnya sistem penjagaan di lokasi itu, membuat operasi penangkapan harus dilakukan dengan matang. Apabila hanya dilakukan sekitar sepuluh orang petugas, dipastikan akan jadi sasaran empuk para bandar.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *