Kisah Plt Direktur RSUD dr Murjani Sampit saat Kecipratan Semburan Pengobatan Tradisional

Tak Memikirkan Bayaran ketika Tugas di Pedalaman

RSUD
PENYINTAS COVID-19: Plt Direktur RSUD dr Murjani Sampit Sutriso saat ditemui Radar Sampit, pekan lalu. (HENY/RADAR SAMPIT)

Selama dua tahun melanjutkan pendidikan, Sutriso berhasil meraih gelar Master Kesehatan dan kembali aktif menjabat sebagai Kabid Pelayanan Medik di tahun 2005-2010.

”Setelah itu rumah sakit mengalami perubahan dari tipe C ke B. Mulai tahun 2009, ada jabatan direktur, wadir perencanaan umum, dan keuangan, serta ada wadir pelayanan. Sejak 2012 saya kembali bertugas sebagai dokter fungsional,” katanya.

Bacaan Lainnya

Jauh sebelum itu, setelah lulus sebagai dengan gelar dokter di tahun 1993,  dia pernah bekerja di salah satu klinik swasta di Jakarta selama dua tahun. Lalu, berpindah tugas di tahun 1995-1997 di RSUD Ahmad Yani Metro, Lampung.

”Dua tahun tugas di Lampung sebagai pegawai tidak tetap. Sampai akhirnya lolos PNS penempatan di Kotim,” kata perantauan asal Cirebon kelahiran 8 Mei 1965 ini.

Baca Juga :  Orang Ini Jadi Tersangka di Polda Kalteng setelah Jual Tanah Sendiri, Bakal Lapor Kapolri

Pada November 1997, Sutriso menginjakkan kakinya di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Dia bertugas di Puskesmas Cempaga.

Sebagai perantauan, Sutriso menceritakan kisah menarik yang tak biasa ditemuinya. Selama bertugas dua tahun di Cempaga, pintu rumah dinasnya kerap digedor keluarga pasien untuk membantu pengobatan hingga persalinan yang letaknya di pelosok desa.

Untuk mengobati pasiennya, Sutriso ditemani keluarga pasien harus melewati perahu ces membelah sungai agar cepat sampai pelosok desa yang dituju. Selain dokter, masyarakat perdesaan masih mempercayai tradisi pengobatan tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan sakit tertentu.

”Awal bertugas saya dibuat kaget dengan pengobatan tradisional dengan cara menyemburkan air ke bagian tubuh pasien. Sampai-sampai air semburan itu mengenai saya. Itu pengalaman menarik selama tugas pertama di Cempaga. Lama kelamaan, saya sudah mulai terbiasa berbaur dengan masyarakat desa yang melakukan pengobatan tardisional,” katanya.

Selama mengobati pasien, dia mengaku kerap dibayar secara sukarela. Tidak hanya dengan uang, tetapi dalam bentuk bahan kebutuhan pokok. Sutriso mengaku ikhlas menjalani tugasnya.

Baca Juga :  RSUD dr Murjani Terus Benahi Layanan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

”Saya tak berpikir untuk dibayar. Yang saya pikirkan, bagaimana pasien saya sembuh dari sakitnya. Saya juga menyadari masyarakat desa tak semuanya perekonomiannya cukup. Tetapi saya sangat senang, masyarakat desa sangat peduli dan saling mengasihi. Saya biasanya dibawakan buah-buahan, sayur-sayuran, beras hasil panen, ayam. Ini semua pengalaman saya yang tak terlupakan,” katanya, seraya menambahkan, dia berpindah tugas di Puskesmas Ketapang I selama satu tahun pada Mei 1999.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *