KPK Ikut Pelototi Temuan PPATK Terkait Transaksi Janggal Diduga untuk Pemilu

ilustrasi kpk
Ilustrasi. (net)

“Sebab, pelanggaran yang dilakukan itu menggunakan rekening di luar rekening resmi peserta pemilu,” ujarnya kemarin. Sementara rekening yang didaftarkan, biasanya hanya mencantumkan transksi yang wajar saja.

Oleh karenanya, Titi menilai yang dibutuhkan adalah komitmen, konsistensi dan progresivitas Bawaslu. Mestinya, lanjut Titi, temuan PPATK ini bisa menjadi pintu masuk untuk membuktikan apakah yang dilaporkan dalam rekening dana kampanye yang sesungguhnya atau tidak.

Bacaan Lainnya

Titi menambahkan, UU Pemilu sejatinya mengatur ketat akuntabilitas dana kampanye. Pasal 496 dan 497 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebut, setiap peserta pemilu atau orang yang menyampaikan laporan dana kampanye tidak benar akan dikenai ketentuan tindak pidana.

Selain itu, Bawaslu juga bisa mengerahkan personelnya untuk proaktif mengawasi kampanye di lapangan. Belajar dari 2019 lalu, banyak kegiatan kampanye yang tidak dilaporkan pendaannya. “Memang hal itu membutuhkan konsentrasi, tenaga, waktu, dan fokus yang tidak sederhana. Tapi itulah cara yang bisa dilakukan agar kewenangan pengawasan dana kampanye bisa membuahkan hasil,” tegasnya.

Baca Juga :  KPU Belum Pastikan Gelar PSU, Padahal Sudah Direkomendasikan Bawaslu

Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menambahkan, untuk menindaklanjuti temuan PPATK terkait transaksi mencurigakan dalam pemilu sebetulnya mudah. Sebab, data dari PPATK itu sudah setengah matang dan bukan data mentah.

Data mentah sendiri misalnya data dari perbankan ke PPATK. Sementara data dari PPATK itu telah dianalisa. “Kalau tidak ditindaklanjuti justru membuat masyarakat curiga,” terangnya.

Bawaslu seharusnya menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Dengan memastikan pemilu 2024 itu bebas dari pembiayaan hasil tindak kejahatan. “Karena ini sangat berbahaya,” jelasnya.

Dia menyarankan, Bawaslu berkoordinasi dengan penyelidik dan penyidik untuk menindaklanjuti temuan PPATK tersebut. Dalam kasus tersebut bisa jadi ada dua perkara, pertama kepemiluan dan kedua bisa jadi uang berasal dari tindak pidana.

“Jangan sampai calon pemimpin kita didanai dari uang tambang ilegal, judi online atau kejahatan lainnya,” urainya. Bila dibiarkan demokrasi menjadi terancam. Masyarakat hanya disuruh mencoblos, tapi setelah terpilih aspirasi yang didengar hanya dari para pemberi dana. “Yang asal muasalnya bisa jadi dari kejahatan,” tegasnya.



Pos terkait