”Kami sudah terlalu lama menunggu dan surat kami digantung dan tidak dijawab lembaga. Padahal, kami sudah bolak-balik ke pada mereka sampai saat ini,” kata mantan Damang Parenggean, Jhon Lentar.
Terkait adanya miskomunikasi di internal lembaga itu, kata dia, hal itu persoalan lain. Salah satunya mengenai kesalahan disposisi pimpinan DPRD ke Komisi I. ”Kalau memang ada kesalahan disposisi pimpinan, apakah itu artinya harus mengabaikan surat pengaduan dari kami? Itu adalah wilayah internal DPRD yang tidak perlu melibatkan pihak luar,” tegas Jhon Lentar.
Jhon Lentar mengungkapkan, pihaknya sering bolak-balik DPRD Kotim hanya untuk menanyakan penjadwalan rapat pengaduan mereka. Namun, sampai kemarin belum ada kejelasan. Padahal, laporan itu sederhana, yakni meminta DPRD mendudukkan mereka dengan eksekutif dan pihak terkait mengenai pemecatan sebagai kepala adat secara sepihak.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Kotim Agus Seruyantara mengatakan, pihaknya tidak akan menjadwalkan agenda usulan dari warga lantaran disposisi dari pimpinan DPRD yang isinya tidak ada memerintahkan menindaklanjuti pengaduan itu.
Namun, Ketua DPRD Kotim Rinie Anderson mengakui memang ada kesalahan disposisi. Saat itu stafnya salah menuliskan lembar disposisi. “Ya memang ada kesalahan di lembar disposisi, tapi selanjutnya saya inginkan Komisi I tindak lanjuti aspirasi dan keluhan warga itu. Saya tekankan agar lembaga jangan sampai dicap sebagai lembaga yang tidak peka dengan aspirasi dan keluhan masyarakat,“ tegas Rinie. (ang/ign)