Penderita Thalesemia Kotim Perlu Rumah Singgah, Tunggu Janji Pemerintah

THALASEMIA
BERDOA BERSAMA: Peringati Hari Thalesemia Sedunia, Ketua POPTI Kotim bersama dokter, perawat, orang tua pasien, dan pasien Thalesemia yang sedang menjalani transfusi darah ikut berdoa bersama di Klinik Thalesemia Lantai 4 RSUD dr Murjani Sampit, Selasa (10/5). (HENY/RADAR SAMPIT)

Kedua pasutri ini nampak begitu tegar dan kuat menghadapi cobaan hidup. Setiap bulan itu pula, Karnani dan suaminya berangkat membonceng anaknya naik sepeda motor dari Jalan Jenderal Sudirman KM 62 wilayah Bangkal menuju RSUD dr Murjani Sampit.

Jarak yang jauh dan biaya transportasi yang tidak sedikit kerap dialami para orang tua yang anaknya mengalami penyakit thalesemia.

Bacaan Lainnya

Biaya tranportasi untuk bahan bakar minyak (BBM) saja membutuhkan biaya Rp 150 ribu selama tiga hari berturut-turut, ditambah biaya makan yang total kurang lebih menghabiskan biaya Rp 300.000 ribu per bulan.

Menurutnya, Ketua Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalesemia Indonesia (POPTI) Kotim  pernah menawarinya untuk menginap di rumah singgah di Sampit.Karena Karnani tidak bisa meninggalkan pekerjaan, dia tidak bisa menginap di Sampit.

Baca Juga :  SMPN 1 Telawang Akhirnya Dibuka Lagi

”Saya bekerja menjaga anak orang dan suami bekerja di PT Mustika Sembuluh, sehingga kami hanya mendapatkan izin beberapa jam saja untuk mengantar anak berobat, balik ke rumah kembali bekerja,” ucap Karnani saat ditemui Radar Sampit di Ruang Klinik Thalesemia.

Hal serupa dialami Sumantri (28). Ibu yang memiliki satu orang putri bernama Meisa (5) juga rutin melakukan transfusi darah ke rumah sakit selama dua tahun terakhir. Anak pertama satu-satunya ini diketahui menderita thalesemia ketika usianya beranjak 3 tahun.

“Saya lihat anak saya enggak mau makan, wajahnya pucat, saya bawa berobat ke dr Made  di Palangka Raya. Niatnya mau minta vitamin penambah nafsu makan karena anaknya sulit makan. Saat diperiksa, dokter mendiagnosa sementara ada pembengkakan hati,” kata Sumantri.

Sumantri kemudian mengikuti saran dokter agar Meisa diperiksa rontgen dan USG. “Hasil pemeriksaan bagus saja. Saya kebetulan ke Pulang Pisau, kontrol lagi ke dr Franky, Hb anak di angka 5,3 dan saya disarankan cek laboratorium ke Prodia. Setelah menunggu seminggu saya kaget, rasa percaya  anak saya didiagnosa mengalami kelainan sel darah merah (beta thalesemia),”katanya.

Baca Juga :  PT Uni Primacom dan PT HAL Dapat Penghargaan dari Bupati Kotim

Sumantri mengaku tak tahu apa itu penyakit Tthalesemia. Setelah dokter menyebut bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan harus menjalani transfusi darah seumur hidup, dirinya merasa sedih.



Pos terkait