Menurut Irawati, pembinaan telah dilakukan kepada para pekerja seks komersial (PSK) maupun pemilik bangunan. Bahkan, diberi uang untuk pulang kampung, jatah hidup, peralatan kerja, serta modal usaha. Akan tetapi, hal tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik dan justri kembali lagi pada profesi itu.
Para PSK tersebut rata-rata mulai beroperasi sekitar pukul 19.00 WIB. Warung kopi yang berjualan di lokasi tersebut jadi kedok bisnis prostitusi tersebut. ”Hasil patroli banyak dan ramai. Satu rumah sampai empat bilik. Sepertinya mereka melayani untuk kalangan menengah ke bawah,” kata Irawati.
Informasinya, tarif PSK untuk satu kali melayani tamu antara Rp 100 ribu – Rp 150 ribu. Ada juga yang dibayar hanya sebesar Rp 50 ribu. Rata-rata usia para PSK sekitar 40 tahun ke atas. Namun, ada juga yang muda berasal dari luar daerah, seperti Jakarta.
Sebagai seorang wanita, Irawati mengaku miris melihat kondisi tersebut. Apalagi saat mendapati seorang wanita hamil di lokasi. Ketika ditanya, wanita itu mengaku suaminya seorang sopir yang memang jarang pulang.
Sementara itu, seorang pria paruh baya yang juga pemilik salah satu bangunan, telah berulang kali diperingati pihak kecamatan. Dia mengaku menyewakan tempatnya untuk modal bertani. Namun, ternyata jadi lahan untuk menggarap bisnis haram.
”Dia ini pemain lama. Sudah berapa kali diperingati. Bangunan juga kami bongkar, masih saja dibangun lagi. Kalau kami dapati seperti ini lagi, yang bersangkutan akan kami angkut,” tegas Camat Mentawa Baru Ketapang Sutimin.
Warga setempat, M Nur, mengaku mengetahui adanya praktik maksiat di lokasi tersebut. Hanya saja, dia tidak bisa berbuat apa-apa. ”Saya tahu ada yang seperti ini, tapi kalau melapor saya takut dimusuhi,” ujarnya.
Mendengar itu, Irawati meminta warga tidak perlu khawatir. Dia meminta M Nur untuk melaporkan kepada pihak terkait apabila mengetahui adanya kegiatan terlarang di malam hari. Selain di lokasi itu, pihaknya akan menyisir lokasi lain seperti Jalan Jenderal Sudirman Km 13, 14, dan 35.