Bird Paradise di Singapura dan Habitat Semirip Mungkin dengan Alam

Air Terjunnya Ada Yang Terinspirasi Curug dan Madakaripura  

boks
seorang anak mengawasi penguin yang asyik berenang di Bird Paradise, Singapura, Selasa (4/7). Tempat tinggal penguin dikondisikan semirip mungkin dengan habitat alaminya.

Di Bird Paradise, Singapura, burung-burung dibiarkan beterbangan bebas dan berkembang biak secara alami tanpa intervensi. Para penguin juga mendapatkan suhu dan pencahayaan yang mirip pulau asal mereka di dekat Antartika.

ANY RUFAIDAH, Singapura | radarsampit.com

Bacaan Lainnya

SINGAPURA jauh sekali dari kutub selatan. Tapi, di tempat konservasi burung mereka, bahkan penguin pun bisa mendapat area yang suhu dan pencahayaannya diatur sedemikian rupa hingga mirip pulau yang berdekatan dengan Antartika.

Bird Paradise, demikian nama tempat di Mandai Lake Road, Singapura, tersebut, memang bertema utama konservasi. Burung-burung dibiarkan bebas di habitat yang diatur semirip mungkin dengan tempat tinggal asli para penghuni di alam.

Dalam proses pembangunannya, tempat wisata yang baru buka dua bulan lalu itu juga tidak banyak memotong pohon yang sudah ada di lokasi. Mayoritas dipertahankan. Karena itu, banyak sekali pohon tinggi dengan akar merambat dan kuat yang bisa ditemukan di berbagai sudut taman yang jadi bagian dari Mandai Wildlife Group tersebut. Pohon-pohon itu sangat berperan untuk perkembangbiakan burung.

Baca Juga :  Ada Potensi Varian Covid-19 Singapura Masuk ke Indonesia

Misalnya, pohon nangka yang buahnya jadi bahan makanan burung. Atau pohon palem dan bambu yang dimanfaatkan burung Taveta weaver sebagai sarang.

Burung dengan bulu berwarna kuning itu mengambil sobekan daun palem untuk membikin sarang di batang pohon bambu. Sarang itu digunakan untuk menarik perhatian burung betina. Jika si betina suka, mereka menempati sarang berdua. Jika ogah, si jantan akan langsung menghancurkan sarang tersebut. Brutal banget.

Ratusan burung itu bisa bebas beterbangan tanpa khawatir hilang. Sebab, ada rangkaian kawat baja yang membentang di atas taman burung seluas 17 hektare tersebut. Ketinggiannya sekitar 25 meter dari permukaan. Saking tingginya, pengunjung tak menyadari keberadaannya. Tidak ada rasa terkungkung seperti di taman burung lazimnya.

Burung juga dibiarkan berkembang biak secara alami. ’’Tidak ada intervensi, kecuali ada telur yang jatuh atau dicuekin sama induknya,’’ terang Joven yang memandu saya pada Selasa (4/7).



Pos terkait