Di Balik Liputan Jejak Pembantaian Anggota Partai Terlarang di Kalteng (6-Habis)

Luka dan Nestapa Berkepanjangan Penumpasan Partai Terlarang

cover radar sampit perburuan partai terlarang
Cover Radar Sampit edisi operasi penumpasan PKI di Kalteng puluhan tahun silam, terbit 30 September 2014. (Muhammad Faisal/Radar Sampit)

Sejumlah pakar sejarah dan saksi hidup, dalam berbagai komentar di media massa atau buku, sepakat bahwa kejadian setelah Gestapu merupakan peristiwa sejarah yang harus diungkap, tidak dikubur dan dibiarkan berlalu begitu saja. Generasi penerus bangsa ini harus mengetahui lembaran kelam itu sebagai bagian dari sejarah bangsa, meski teramat menyakitkan.

***

Bacaan Lainnya

Sekitar sebulan lalu (September 2014), dalam sebuah perbincangan kecil dengan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Harian Radar Sampit, Duito Susanto, kami membahas mengenai rencana liputan yang akan digarap. Salah satu liputan yang menarik yang bisa digarap adalah mengenai peristiwa setelah 30 September di Kalteng.

Ini menjadi tantangan bagi tim redaksi mengingat peristiwa itu cukup sensitif dan berisiko. Saya kemudian mulai mencari referensi. Meski peristiwa setelah Gestapu sudah pernah saya baca, referensi lain dari berbagai sumber perlu saya dapatkan.

Baca Juga :  Mendadak, Anang Dirjo Copot Suyanto Sebagai Sekda Kobar

Beruntung, kita sekarang hidup di zaman internet yang mudah diakses. Hanya dengan mengetikkan sebuah kata kunci, kita tinggal memilih artikel atau tulisan mana yang bisa dijadikan acuan.

Cukup culit menemukan referensi tulisan mengenai perburuan anggota PKI di Kalteng. Kalau pun ada, informasinya terbatas dan ceritanya sepotongsepotong, misalnya, mengenai Janti Saconk, Wali kota Palangka Raya pertama yang hanya 30 hari menjabat, atau para buruh beberapa proyek pembangunan yang menyembunyikan diri pada masa itu. Selebihnya, tak ada sama sekali.

Bisa dimaklumi, mengingat peristiwa itu merupakan sejarah kelam Orde Baru yang ingin dikubur selamanya dari ingatan orang-orang. Akhirnya saya banyak mengambil referensi tulisan peristiwa setelah Gestapu yang terjadi di daerah lain.

Awalnya, liputan disepakati hanya difokuskan pada situasi saat itu dengan mewawancarai sejumlah tokoh yang menjadi saksi hidup. Dalam sebuah rapat redaksi, seorang redaktur senior mewanti-wanti agar memahami betul latar belakang liputan ini, mengingat isunya sangat sensitif. Jangan sampai ketika berita diturunkan, justru menuai masalah.



Pos terkait