”Kasus yang seperti ini yang sangat kami khawatirkan. Apalagi perempuannya masih muda, sangat hyperaktif, joget-joget di jalan. Kalau kenapa-kenapa di jalan ini yang kami khawatirkan. Kalau ketemu, biasanya kami antar pulang ke tempat keluarganya,” ujarnya.
Perempuan ODGJ di Sampit tersebut sebelumnya pernah menjalani pengobatan hingga dirujuk ke Kalawa Atei, namun ditolak karena tidak memenuhi syarat. ”Sebelum masuk Kalawa Atei, ada wawancara dengan pasien ODGJ-nya. Saat berkomunikasi lancar dan bisa menjawab, sehingga ditolak dirawat karena dianggap masih gangguan jiwa ringan dan bisa dengan rawat jalan,” ujarnya.
Sumidi menuturkan, perempuan tersebut bukanlah ODGJ yang meresahkan warga. Hanya saja, karena terlalu hyperaktif, dia bertindak di luar batas orang normal.
”Orangnya tidak mengganggu, cuma dia sangat hyperaktif. Nyanyi-nyanyi tidak jelas, ikut-ikutan naik ke truk orang, kabur membobol jendela, sampai pernah kami temukan di dekat Sungai Lenggana,” ujarnya.
Sumidi menambahkan, berdasarkan data yang diterimanya dari Dinkes Kotim, kasus ODGJ di Kotim mengalami penurunan. Tahun 2020 ada 518 jiwa dan 2021 turun menjadi 464 jiwa.
”Menurun ini bisa jadi karena ada yang meninggal dunia, ada yang sembuh, dan bisa bekerja, tetapi ada juga yang sembuh terus kambuh lagi. Kebanyakan ODGJ di Kotim tidak bekerja,” tandasnya. (hgn/ign)