Gusti menambahkan, di lokasi memang sudah ada pembangunan di wilayah daratannya, yakni aktivitas penimbunan. ”Dilihat dari foto tersebut dan informasi dari perusahaan, sedang ada kegiatan perataan tanah dan dibuatkan dasar (material batu bara kalori rendah agar saat pengangkutan material tidak bercampur dengan tanah laterit, Red) untuk penumpukan material batu bara,” jelasnya.
Adapun instansi terkait di Pemkab Kotim terkesan bungkam merespons persoalan itu. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kotim Diana Setiawan ketika dikonfirmasi mengenai pembangunan pelabuhan tersebut menegaskan, pembangunan pelabuhan itu kewenangan mutlak KSOP. ”Kalau pelabuhan itu ranahnya KSOP,” ujarnya.
Akan tetapi, mengenai izin bangunan lainnya di wilayah daratan yang menjadi kewenangan Pemkab Kotim, Diana bungkam. Dia tak merespons pesan WhatsApp yang dikirim, meski ada pemberitahuan pesan itu telah dibaca.
Bagian Humas PT Seal, Yanto Saputra saat dikonfirmasi menegaskan, pihaknya telah melakukan penjajakan dengan Pemkab Kotim. ”Kami sudah pernah mengadakan auduensi di Pemkab Kotim mengenai program pembuatan tersus di Desa Luwuk Bunter,” ujar Yanto.
Mengenai keluhan hingga protes warga sekitar, Yanto mengatakan, hal itu tidak pernah disampaikan kepada pihaknya. ”Untuk pernyataan warga ini belum pernah disampaikan kepada kami,” ujarnya.
Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya merespons protes warga Desa Luwuk Bunter terhadap pelabuhan tambang batu bara di wilayah itu. Dia berjanji akan menurunkan tim ke lapangan guna menginventarisasi persoalan.
”Pemkab akan turunkan tim melakukan inventarisasi masalah ini di lapangan. Apakah ini mengganggu warga sekitar dalam operasionalnya? Apalagi ini masuk dalam wilayah permukiman penduduk,” kata Halikinnor, Senin (29/4/2024).
Halikinnor menegaskan, keberadaan pelabuhan jangan sampai membuat kehidupan warga terganggu. Misalnya menimbulkan polusi udara, seperti debu hingga mengganggu lalu lintas akibat antrean truk batu bara yang masuk pelabuhan.