Selanjutnya, nomor surat dibuat dengan tanggal mundur sebelum UU RI Nomor 4 Tahun 2009 berlaku, sehingga terbitlah IUP PT Pagun Taka tanpa melalui proses lelang WIUP.
Hal itu mengakibatkan negara kehilangan PNBP yang seharusnya didapatkan dari proses lelang. ”Jadi, jelas ada dugaan tindak pidana korupsinya,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum tersangka A, Henricho Fransiscust, mengatakan, kliennya terjerat hukum perkara itu hanya gara-gara paraf dan tidak menerima uang satu rupiah pun. Bahkan, paraf yang dilakukan kliennya terjadi selang kurang lebih dua tahun pascaberkas IUP diajukan.
”Paraf dilakukan klien kami pada saat tidak lagi menjabat sebagai Kadistamben, tapi menjabat Asisten III Setda,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, ketika itu datang seorang staf Distamben berinisial A menghadap kliennya membawa satu berkas untuk diparaf. (daq/ign)