SAMPIT, radarsampit.com – Harga komoditas karet belakangan ini terjun bebas. Bahkan, disebut-sebut terendah dalam beberapa tahun terakhir. Harga yang sebelumnya Rp 9.500 per kilogram, kini menyentuh level Rp 5.500 – Rp 6.000 per kg di tingkat petani.
Kondisi tersebut sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Masyarakat yang bergelut sebagai petani karet, tidak tahu pasti penyebab anjloknya harga.
”Sejak beberapa pekan ini harga karet kami hanya dihargai Rp 6.000 per kilogramnya,” kata, Iyan, petani karet di Cempaga, Selasa (4/10).
Iyan menuturkan, harga tersebut jauh dari harapan mereka. Bahkan, harga Rp 9.000 per kilogram pun sebenarnya tak sebanding dengan biaya hidup sekarang. Dalam sehari petani maksimal menghasilkan 10 – 15 kilogram karet setengah kering. Karet jenis tersebut dihargai Rp 6.000 per kg.
”Kalau maksimal kami ambil saja seharian dapat 15 kilogram karet setengah kering. Itu artinya hanya dapat Rp 90 ribu. Ini syukur tidak kerja ikut orang. Kalau ikut orang, kalau panen dibagi dua. Artinya, hanya Rp 45 ribu saja sehari kami dapat,” ujarnya.
Petani karet lainnya, Sarwino, berharap janji pemerintah memperbaiki harga bisa ditepati. Dia mengingat janji Presiden RI Joko Widodo untuk memperbaiki harga karet di tingkat petani pada 2018 silam. Namun, tak kunjung membaik. Kalaupun naik, tidak bertahan lama.
”Kami meminta Pak Presiden, Gubernur, dan Bupati agar kami bisa menjual karet kami sebanding dengan kebutuhan hidup. Kami berharap ada solusi,” ujarnya.
Sebagai informasi, karet petani yang dibeli pengepul, dipasok untuk diolah oleh satu-satunya pabrik penerima di Kotim, yakni PT Sampit International. Komoditas karet menjadi andalan warga Cempaga, Cempaga Hulu, dan Kotabesi.
Ribuan keluarga bergantung dari usaha tersebut untuk menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Para petani tidak bisa memproduksi karet ketika musim hujan tiba. Untuk menyiasatinya, mereka kerap meminjam uang kepada tengkulak dengan bunga tinggi. (ang/ign)
Komentar ditutup.