Musibah kebakaran yang melanda Panti Asuhan Annida Qolbu tahun lalu masih menyisakan duka. Bangunan hangus belum terganti. Pembangunan musala juga terhenti. Sang pendiri kini terbaring lemas, didera rasa sakit yang kondisinya kian memprihatinkan.
HENY, Sampit | radarsampit.com
Wajahnya hampir saja tak dikenali ketika Radar Sampit memasuki rumah Panti Asuhan Annida Qolbu. Di sudut ruang, seorang perempuan paruh baya berusia 53 tahun terbujur lemas di atas kasur.
Berkali-kali dari kejauhan Radar Sampit menanyakan keberadaan sang pendiri Ketua Yayasan Panti Asuhan Annida Qolbu yang bernama Sri Rohani. Ternyata, yang terbujur kaku diatas kasur itulah dia.
Wajahnya yang nampak lemas berusaha mengingat sosok penulis yang pernah berkunjung Juni 2022 lalu. Tak berapa menit, ingatan itu kembali menguat.
Bibir kering yang tadinya terkunci rapat mulai bersuara menyapa dengan suara lirih yang nyaris tak terdengar.
Penyakit diabetes yang dialaminya selama lebih dari 20 tahun terus menggerogoti daging hingga tulang di kaki kirinya. Sebagian kakinya harus ditutup kain kasa untuk menutupi luka basah yang sulit mengering.
Sudah tiga bulan lamanya, kondisi kesehatan Rohani kian memburuk. Raganya tak lagi bisa bangkit bergerak melangkah seperti biasanya. Tubuhnya semakin kurus menyisakan sedikit daging yang terbalut kulit.
Desember 2024 lalu, Rohani menjalani operasi di Rumah Sakit Ciputra menghabiskan dana Rp 170 juta. Dokter yang menangani sebenarnya menyarankan Rohani agar menjalani perawatan rawat inap selama 1,5 bulan. Namun, karena biaya rawat inap sangat mahal mencapai Rp2 miliar, Rohani memilih pulang dan hanya menjalani rawat inap selama 10 hari saja.
Setiap dua hari sekali ia harus ketergantungan obat antibiotik yang harus dikonsumsi untuk meredakan sakit di tubuhnya. Ia juga rutin suntik insulin dua kali sehari.
”Beginilah kondisiku sekarang, Allah menguji badanku dengan rasa sakit ini, kadang bisa hilang kesadaran dan mulai sering lupa,” ucapnya mengawali perbincangan yang mengurai air mata.