”Penataan perencanaan tata ruang harus mempertimbangkan tidak hanya dari aspek lingkungannya, tetapi juga dari dampak sosial dan ekonomi masyarakatnya. Misalkan, menetapkan pembagian zona wilayah harus memperhatikan titik lokasinya, apakah rawan bencana atau tidak, sehingga untuk wilayah perkotaan, MB Ketapang harus dilakukan pencegahan dan pengendalian penanganan banjir dan melakukan pemetaan titik rawan banjir,” katanya.
Di samping itu, pesatnya pertumbuhan perkotaan diperlukan pengembangan jalan alternatif baru di areal perkotaan, yang ke depannya akan difungsikan sebagai jalan lingkungan dan jalan penghubung antarkegiatan.
”Melihat peningkatan aktivitas pengendara di Jalan Jenderal Sudirman, memang perlu dilakukan penambahan jalan alternatif baru. Kami sudah merencanakan Jalan MT Haryono Barat akan dibuka jalan baru sampai tembus ke Jalan Jenderal Sudirman,” katanya.
Kepala Bidang Tata Ruang Dinas (PUPRKP) Kotim M Wijaya Putra mengatakan, analisis KLHS ini merupakan syarat dalam penyusunan RDTR. Dalam penyusunannya, ada indikasi rencana program utama yang harus direalisasikan.
”Semua program utama yang direncanakan pemerintah yang tertuang dalam RDTR harus direalisasikan, karena semua rencana program yang sudah ditetapkan dalam RDTR itu nantinya akan dipantau pemerintah pusat, apakah lahan itu sudah difungsikan sesuai dengan rencana program. Pemeritah daerah juga diwajibkan membuat laporan setiap tahun. Kalau tidak diwujudkan, maka fungsi ruang yang tidak dimanfaatkan menjadi lahan yang terlantar dan otomatis berpengaruh terhadap kegagalan pemerintah daerah dalam membuat perencanaan,” kata Wijaya.
Lebih lanjut Wijaya mengatakan, masyarakat yang memanfaatkan ruang di wilayah perkotaan harus mengacu ketentuan yang disepakati dalam RDTR. ”Setelah RDTR, kawasan perkotaan MB Ketapang ini ditetapkan dan diatur dalam peraturan bupati. Masyarakat yang memanfaatkan ruang di MB Ketapang harus memenuhi izin dengan berdasar pada ketentuan yang sudah disepakati dalam RDTR,” katanya.