Machmoer mengatakan, mengacu PP Nomor 46 Tahun 2016 dan Permen LHK Nomor 69 Tahun 2019, pemerintah daerah perlu melakukan analisis terhadap isu pembangunan prioritas dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti menentukan titik rawan bencana banjir dan kebakaran hutan di wilayah MB Ketapang, penurunan kualitas air Sungai Mentaya, minimnya sarana prasarana persampahan, alih fungsi lahan, minimnya RTH dan ruang publi, kondisi infrastruktur yang kurang memadai, masih adanya pemanfaatan lahan di sempadan sungai untuk berbagai kegiatan, masih adanya permukiman kumuh, dan masih tingginya angka penggangguran.
”Penataan perencanaan tata ruang harus mempertimbangkan tidak hanya dari aspek lingkungannya, tetapi juga dari dampak sosial dan ekonomi masyarakatnya. Misalkan, menetapkan pembagian zona wilayah harus memperhatikan titik lokasinya, apakah rawan bencana atau tidak, sehingga untuk wilayah perkotaan, MB Ketapang harus dilakukan pencegahan dan pengendalian penanganan banjir dan melakukan pemetaan titik rawan banjir,” katanya.
Di samping itu, pesatnya pertumbuhan perkotaan diperlukan pengembangan jalan alternatif baru di areal perkotaan, yang ke depannya akan difungsikan sebagai jalan lingkungan dan jalan penghubung antarkegiatan.
”Melihat peningkatan aktivitas pengendara di Jalan Jenderal Sudirman, memang perlu dilakukan penambahan jalan alternatif baru. Kami sudah merencanakan Jalan MT Haryono Barat akan dibuka jalan baru sampai tembus ke Jalan Jenderal Sudirman,” katanya.
Kepala Bidang Tata Ruang Dinas (PUPRKP) Kotim M Wijaya Putra mengatakan, analisis KLHS ini merupakan syarat dalam penyusunan RDTR. Dalam penyusunannya, ada indikasi rencana program utama yang harus direalisasikan.