Indonesian Corruption Watch (ICW) mengemukakan, kasus korupsi dana desa trennya semakin meningkat, adapun pelaku yang paling banyak terlibat korupsi di tingkat desa adalah kepala desa (Kades), perangkat desa dan anggota keluarga Kades (antikorupsi.org, 12 Februari 2018). Banyaknya keterlibatan Kepala Desa sebagai pelaku, menunjukan belum dijalankannya secara optimal Pasal 26 ayat (4) huruf f UU Desa oleh Kepala Desa.
Dimana Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya wajib melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Berdasarkan data korupsi di desa, menurut ICW secara umum terdapat 5 (lima) modus korupsi dana desa oleh Pemerintah desa, yakni: penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penggelembungan anggaran, laporan fiktif, dan proyek fiktif. Selanjutnya jika dicermati, titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan keuangan desa ada pada 2 tahap yaitu: tahap perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Pada tahap perencanaan, seharusnya masyarakat ikut dilibatkan dalam penyusunan dan pembahasan RAPBDEs melalui Musyawarah Desa (Musdes), namun kenyataannya hanya diikuti oleh Kades, perangkat Desa, elit desa, dan orang-orang terdekat Kades, sehingga program/kegiatan yang direncanakan hanya sesuai keinginan Kades dan perangkat desa yang merupakan pemegang kendali kekuasaan dan keuntungan. Indikator korupsi biasanya terlihat pada RAPBDes yang tidak sesuai dengan RPJMDes serta harga dan volume barang yang tidak sesuai harga yang berlaku umum.
Pada tahap pelaksanaan anggaran indikator korupsi biasanya berupa adanya kolusi, misalnya kolusi dengan pihak rekanan penyedia barang/jasa untuk menaikkan harga barang dan menurunkan kualitas barang, dimana sebenarnya pengadaan barang dan jasa telah diatur pada Peraturan Kepala LKPP No. 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.
Kolusi juga bisa dilakukan dengan organisasi masyarakat desa (RW/RT) dimana pelaksanaan pembangunan/kegiatan tidak dilakukan pada lokasi yang telah direncanakan pada RAPBDes, namun di lokasi dimana masyarakatnya memberikan imbalan materi kepada Kades atau perangkat desa.