Permata di Hulu Mentaya

Oleh : Oktav Pahlevi, S.IP.,M.I.P.

Permata di Hulu Mentaya

Berdasarkan risalah singkat di atas terdapat tujuh lokasi daerah asal desa sebelum menjadi Rantau Suang. Pertama, kampung Saku Awal dipimpin Temanggung Serang. Kedua, Kampung Nusa Tumbung dipimpin Raden Tumbung. Ketiga, Kampung Rantau Towang dipimpin Damang Gawing dan Raden Rujuh. Keempat, Kampung Tumbang Komba dipimpin Raden Ngabe Sangga. Kelima, Kampung Batu Badak dipimpin dua bersaudara dimana semuanya perempuan yakni Nyai Dang Sendun dan Nyai Tanda. Keenam, Kampung Riam Baking dipimpin Sangen. Ketujuh, Kampung Rantau Suang secara definitif menjadi desa tahun 1946 dipimpin secara bergantian oleh Kades mulai dari Raden Nyaring, Siwung, Konyong, Tambun, Ethel Siwung, Siusman Tambun, Iyun Kinun, Suaji S. Nyaring dan sekarang Dadu.

Rantau Suang Permata Terpendam di Hulu Mentaya

Permata terpendam istilah yang tepat untuk menggambarkan sejuta potensi desa Rantau Suang, baik potensi sumber daya alam, budaya maupun manusia. Perjalan menuju desa ini kita akan disuguhkan dengan pemandangan sungai Mentaya yang sangat eksotik. Dimana pohon yang tumbuh disisi kiri dan kanan sungai seperti membentuk tribun penutup stadion lapangan bola untuk mengurangi panasnya matahari maupun tetesan air hujan. Di pagi dan sore hari, kita dapat menyaksikan indahnya cahaya matahari yang turun menerangi sungai, seperti membentuk tebing tombak menutupi tepi kanan dan kiri sungai.

Baca Juga :  Bahaya Bermain Judi Online: Menggiurkan Tapi Menjebak

Potensi budaya yang ada di desa ini antara lain Sandung sebuah rumah kecil terbuat dari kayu berukuran 1×1 meter memiliki ornamen ukiran untuk meletakkan tulang belulang orang dayak yang sudah meninggal setelah dibersihkan melalui proses adat “Tiwah” dalam agama “Kaharingan”. Kaharingan merupakan agama atau kepercayaan orang dayak yang diyakini secara turun temurun, pada masa pemerintahan orde baru dipaksa menjadi sub rumpun agama Hindu. Semakin besar ukuran dan menarik ornamen “sandung” yang dibangun menunjukkan status sosial orang yang meninggal. Artinya semakin besar ukuran sandung dan menarik ornamen yang ada disekitar sandung, serta semakin meriah prosesi upacara adat yang dilaksanakan menunjukkan bahwa mereka dari keluarga bangsawan. Sedangkan “tiwah” adalah upacara membersihkan tulang belukang dan mengangkat jasad orang yang telah dikubur dari alam bawah menuju ke alam atas. Sebuah tempat yang mulia menurut ajaran agama Kaharingan.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *