”’Semua negara-negara maju yang murni industri ambruk,’’ tuturnya. Tetapi, saat ini Indonesia sebagai negara agraris atau pertanian, bisa kembali bangkit. Meskipun begitu, Indonesia sebagai negara agraris tidak lepas dari persoalan sektor pertanian. Salah satunya penurunan jumlah petani.
Menurutnya, penurunan jumlah petani di Indonesia, faktor utamanya bukan karena lahan pertanian yang berkurang. Tetapi, lebih pada pendapatan sebagai petani yang tidak mencukupi, sehingga masyarakat, khususnya generasi muda banyak yang memilih profesi lain.
Dia melanjutkan, sejumlah upaya untuk memperkuat ketahanan ekonomi supaya bisa lepas dari dampak resesi ekonomi global, di antaranya dengan diversifikasi pangan. Masyarakat diharapkan tidak terus menerus tergantung pada pangan utama beras atau nasi. ’’Khususnya yang di pulau Jawa,’’ katanya.
Sebagai pengganti, lanjutnya, masyarakat bisa mulai membiasakan menyelingi penggunaan bahan pangan alternatif. Seperti umbi-umbian dan sejenisnya. Upaya berikutnya, bangsa Indonesia perlu menekan tingginya impor daging sapi.
Kemudian, meningkatkan daya saing, yakni dengan pemanfaatan teknologi untuk memperpanjang usia simpan produk ekspor supaya bisa menekan terjadinya food loss. Selain itu, perlu upaya stabilisasi harga-harga pangan. Dia mencontohkan, untuk buah-buahan, harganya sering jatuh saat musim panen. Kemudian menjadi sangat mahal saat tidak pada musimnya.
Catatan Radar Sampit, Pemkab Kotim telah menjalankan sejumlah program yang diyakini akan mampu menopang perekonomian daerah. Salah satunya penyediaan lahan penyangga pangan. Program itu dilakukan dengan menyediakan lahan untuk ditanami berbagai komoditas pangan yang memengaruhi inflasi.
Penyediaan lahan penyangga pangan dinilai dapat menjadi langkah strategis pemerintah menghadapi isu resesi global dengan menjaga pemenuhan pangan bagi penduduk Indonesia. Pemenuhan pangan dapat dilakukan dengan peningkatan produksi pangan dari sektor pertanian seperti pengoptimalan lahan penyangga pangan yang ada di setiap daerah.