Kendati demikian, Suhud mengatakan, ada beberapa poin yang masih menjadi pertanyaan dalam surat edaran tersebut serta keluh kesah warga yang diharapkan bisa menjadi pertimbangan Gubernur Kalteng untuk mengambil kebijaksanaannya.
”Pada halaman 3 nomor 3 huruf (i) berbunyi, apabila hasil tes RT-PCR/Rapid Tes Antigen dan seterusnya, serta pada halaman 3 huruf G nomor 4 berbunyi, pemalsuan surat keterangan hasil tes RT-PCR atau Rapid Tes Antigen dan seterusnya. Dari kalimat ini, apakah itu berarti warga bisa memilih salah satunya ?” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dasar hukum surat edaran itu, di antaranya UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pada Bab VI Hak dan Kewajiban Pasal 8 Ayat 1 disebutkan, kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan oleh upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Ayat 1, dapat diberikan ganti rugi. Sedangkan bunyi Ayat 1 dalam penanggulangan wabah, di antaranya ada pemeriksaan.
”Jadi, menurut pemahaman kami, jika memang ada suatu kewajiban tes PCR maupun rapid antigen, maka dalam hal ini negara harus hadir dan menyiapkan itu semua untuk keperluan seluruh rakyatnya,” ujarnya.
Di samping itu, lanjutnya, kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Kalteng dapat memberikan dampak yang sangat luas terhadap berbagai pihak. ”Kami melihat kewajiban tes RT-PCR bagi seseorang yang masuk wilayah Kalteng, baik melalui laut maupun udara dampaknya sangatlah luas. Tidak hanya bagi para pekerja dari luar atau warga Kalteng sendiri yang kerja keluar daerah. Namun, bagi mahasiswa, pelajar, bahkan sanak keluarga yang ingin menjenguk keluarganya di Kalimantan juga sangat memberatkan, mengingat biaya PCR ini berkisar Rp 900 ribu,” ujarnya.
Kepada Radar Sampit, Suhud mengatakan, apabila kebijakan tersebut diterapkan, akan bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah pusat yang justru memberikan kemudahan dengan cukup menerapkan kewajiban tes antigen atau tes Genose.
”Saya mewakili sebagian warga di Kalteng khususnya di Kobar merasa keberatan. Apalagi apabila ada warga yang mempunyai anak sekolah di Jawa. Umumnya warga secara menyeluruh menggunakan akses jalur transportasi laut dan udara,” katanya, Jumat (23/4).