Hingga saat ini ada 125 orang yang diberikan pengobatan profilaksis di Gunungkidul. Sebanyak 87 di antara mereka berstatus seropositive atau pasien pernah terpapar antraks, tapi tanpa gejala klinis Hal itu disebabkan karena di dalam tubuhnya sudah terbentuk antibodi. ”Inilah orang-orang yang akan diberikan pengobatan profilaksis,” ujar Imran.
Kemenkes juga mengimbau melalui surat edaran bagi semua Dinas Kesehatan dan fasilitas kesehatan di DI Jogyakarta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kejadian antraks pada manusia. Selain itu juga penyebaran antraks ke daerah lain.
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian drh. Nuryani Zainuddin mengatakan gejala klinis antraks pada hewan berupa demam tinggi pada awal infeksi, gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, hingga berujung kematian. Gejala lain yang biasa terjadi seperti perdarahan di lubang hidung dan mulut hewan. Tidak jarang hewan ternak mengalami kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis.
”Hewan yang mati akibat penyakit ini perlu dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Tidak boleh dibedah atau disembelih,” ucapnya.
Secara nasional Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengalokasikan kegiatan pencegahan antraks melalui penyediaan vaksin dan operasional sebanyak 96 ribu dosis setiap tahun. “Kami menyediakan 110 ribu dosis vaksin untuk buffer stock pusat,” katanya. Untuk daerah yang sudah mewabah akan diperluasan vaksinasi. (lyn/jpg)