Bencana di Kalteng Pertegas Kerakusan Penjahat Lingkungan

Fakta Data Patahkan Anggapan Banjir karena Tingginya Curah Hujan

banjir
BANJIR: Suasana banjir di Kecamatan Mentaya Hulu, Kotim, beberapa waktu lalu. (YUNI/RADAR SAMPIT)

”Curah hujan lebat ini dapat dipicu pertemuan gelombang-gelombang di atmosfer, yaitu gelombang Kelvin dan Rossby, sehingga memicu peningkatan curah hujan pada awal September 2021,” kata Musuhanaya, Selasa (14/9) lalu.

Peningkatan curah hujan diperkuat pula dengan data Outgoing Longwave Radiation (OLR), yaitu terdapat banyak tutupan awan selama periode Agustus hingga awal September 2021.

Bacaan Lainnya

”Berdasarkan data grafik dari tahun 2002 – 2020 setiap bulan yang sama rata-ratanya, peningkatan curah hujan terjadi pada April dan Desember dan grafik menurun pada Agustus dan September. Namun, tahun ini cuaca mengalami perubahan begitu dinamis, di mana termasuk kategori menengah hingga tinggi dengan sifat hujan di atas normal,” katanya.

Hutan Rusak

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng), Dimas Novian Hartono mengatakan, bencana banjir parah tahun ini sebagian besar disebabkan kondisi lingkungan Kalteng yang rusak. Kerusakan hutan sangat mengkhawatirkan, bahkan bisa dikatakan parah sekali.

Baca Juga :  Puluhan Desa di Utara Kotawaringin Timur Terendam Banjir

Dari 15,3 juta hektare luas wilayah Kalteng, sekitar 80 persen kawasan sudah dikuasai investasi. Dalam artian sudah memiliki perizinan, baik untuk pertambangan, industri kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.

”Posisinya merata. Mulai dari wilayah hulu, tengah, hingga wilayah hilir, sudah ada semua perizinannya. Berdasarkan petanya, dapat dilihat sudah sangat parah sekali kerusakan hutan Kalteng, dalam artian sudah penuh perizinan,” katanya, Senin (13/9).

Dia menambahkan, berdasarkan data Geoportal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2014-2019, deforestasi atau pengubahan area hutan menjadi lahan tidak berhutan yang terjadi di Kalteng patut menjadi perhatian serius (selengkapnya lihat grafis).

”Yang jadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah melakukan audit lingkungan? Kalau sudah, sisa berapa sisa hutan Kalteng berdasarkan tutupannya, bukan kawasannya,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi saat ini memang mengharuskan pemerintah melakukan audit lingkungan guna melihat daya dukung dan daya tampung lingkungan Kalteng. Tentunya hal tersebut juga berkaitan dengan masalah lingkungan yang dapat berdampak buruk hingga berpotensi menyebabkan bencana alam.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *