Berondongan Peluru di Tepian Sungai Jelai, Kampung Warga Dibakar

Sekilas Kisah Perjuangan Kemerdekaan RI di Wilayah Sukamara (1)

taman makam pahlawan sukamara
PAHLAWAN: Para pahlawan asal Kabupaten Sukamara dimakamkan di TMP Bumi Loka Sukamara. (ISTIMEWA/RADAR SAMPIT)

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia tidak serta merta terlepas dari belenggu penjajah. Setelah pendudukan Jepang menyerah kepada sekutu, pasukan Belanda memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali berkuasa di Indonesia. Sejarah mencatat, perjuangan masyarakat Sukamara dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut.

FAUZIANNUR-radarsampit.com, Sukamara

Bacaan Lainnya

Kabar merdekanya Republik Indonesia baru sampai Oktober 1945. Berita itu disambut sukacita masyarakat Sukamara. Bendera Merah Putih pun mulai berkibar di Sukamara pada 25 Oktober 1945.

Suasana siap mempertahankan kemerdekaan menyelimuti masyarakat Sukamara dan siap berperang hingga titik darah penghabisan. Gerakan itu mendapat perhatian dari Belanda yang ingin merebut wilayah Kalimantan, termasuk Sukamara. Pertempuran tak terelakkan dan tercatat terjadi dua kali pertempuran dahsyat.

Pertempuran pertama pecah pada Jumat, 25 Januari 1946, di tepian Sungai Jelai. Pasukan Belanda yang lebih dikenal dengan NICA menggunakan senjata modern, sedangkan tentara Republik Indonesia dan rakyat Sukamara bersenjatakan dum-duman, sumpit, damak beracun, dan senjata ala kadarnya.

Baca Juga :  Asyiknya Mancing di Pantai Lunci, Targetkan Sambaran Tenggiri dan Senangin

Kendati tidak seimbang, perjuangan rakyat berhasil menewaskan pasukan NICA. Merasa pasukannya tewas, Belanda semakin membabi buta dan dengan beringasnya menembakkan senjata otomatis mereka, sementara pasukan rakyat Sukamara kehabisan peluru dum-duman dan damak sumpitan.

Melihat situasi itu, pimpinan Angkatan Muda Iskandar memberi komando agar pasukan mundur ke hutan dan benteng pertahanan di daratan yang dijaga oleh Makmur Jalil.

Dalam pertempuran tersebut, Nazir Adam dan Mail Ahmad gugur, karena mereka berada di galangan perahu tepi sungai dan tidak mau menyingkir saat berondongan senjata Belanda sedang membabi buta. Selain itu, beberapa di antaranya terkena tembakan, seperti Tindih pada punggung, Syamsul Bahri di pergelangan tangan, dan Gusti Kader kaki belakang, hingga akhirnya meninggal dunia.

Pasukan Belanda merapat ke daratan Sukamara sambil memberondong tembakan. Setibanya di daratan, pasukan kolonial membakar rumah warga. Tercatat ada sekitar 70 rumah yang dibumihanguskan. Terkecuali masjid Al-Aqsa yang dibiarkan Belanda.



Pos terkait