Digelari Local Hero oleh Polres Kotim, Tak Kapok meski Sempat Mau Pingsan

Heriyanto, Sukarelawan yang Mengatur Lalu Lintas di Jalur Rawan Kecelakaan

heriyanto
IKHLAS MEMBANTU: Heriyanto rutin membantu mengatur arus lalu lintas di perempatan Jalan Tjilik Riwut-Wengga-Hasan Mansur, Senin (3/4). (HENY/RADAR SAMPIT)

”Kalau siang memang panasnya poll (full, Red). Apalagi kalau tidak ada semilir angin yang lewat, panasnya semakin terasa. Beberapa hari lalu sampai mau pingsan karena tidak kuat berdiri di atas terik matahari yang menyengat. Saya juga sedang berpuasa,” ujar Heriyanto, Senin (3/4) siang.

Meski cuaca panas, Heriyanto tetap menunaikan puasa yang wajib dilaksanakan bagi umat muslim setiap bulan suci Ramadan itu. Meski sempat hampir pingsan, dia tak kapok datang lagi membantu mengatur arus lalu lintas pengendara.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Saking panasnya cuaca tengah hari itu, Heriyanto sampai mengenakan topi, helm, sarung tangan biru, sepatu dan rompi andalan kebanggaannya yang bertuliskan ”Lokal Hero” pada dada kanan. Di dada kiri tertulis ”Mitra Polres Kotim” dan pada bagian punggung belakang bertuliskan ”Ayo tertib berlalu lintas”.

Rompi itu ia peroleh dari Polres Kotim atas penghargaan karena telah ikhlas membantu mengatur lalu lintas. ”Rompi ini diberi Polres Kotim saat HUT ke-67 tahun. Saya mendapat penghargaan local hero. Dulu saya ditanya, apa niatan bapak melakukan ini? Saya katakan, saya ikhlas membantu. Niatnya untuk ibadah,” kata Heriyanto yang sedikit menahan intonasi suaranya dengan mata agak berkaca-kaca yang segera dia usap sebelum air mata menetes ke pipinya.

Baca Juga :  Menag Diprotes soal Toa Masjid, Menko PMK: Baca Berita Isinya, Jangan Judulnya!

Banyak masyarakat yang menilai tindakannya hanya untuk meminta-minta uang mengharapkan belas kasih. ”Banyak orang yang menilai saya mengatur lalu lintas dikira minta uang. Saya sama sekali tidak mengharapkan itu. Tetapi, kalau ada pengendara yang lewat memberi uang, saya katakan alhamdulillah dan saya tidak menolaknya, tapi bukan berarti saya meminta-minta,” tegasnya.

Selama kurang lebih tiga jam berdiri, mondar-mandir mengatur lalu lintas, sebagian masyarakat yang terbantu dengan perannya memberikan uang, mulai Rp2.000, Rp5.000, Rp10.000, Rp50.000, hingga Rp100.000. Dalam sehari, ia mampu mengantongi uang Rp150-300 ribu. Ada pula yang membawakannya makanan ringan untuknya berbuka puasa.

”Rezeki datangnya tidak menentu. Kadang bisa dapat Rp150 ribu, terkadang lebih. Saya syukuri alhamdulillah, karena ini bukanlah pekerjaan utama saya. Setiap pagi saya bekerja sebagai tukang ojek antar penumpang sekitar kota Rp30 ribu. Kalau jauh ke Kotabesi atau Samuda, saya minta Rp150 ribu. Kalau sepi orderan, saya nyambi jadi kuli bangunan,” ujar pria asal Jimbaran, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah ini.



Pos terkait