Diduga Kepala Desa mengeluarkan surat pernyataan penyerahan tanah pecatu terhadap warga yang tiba tiba mengeklaim tanah pecatunya. Akibat dari adanya surat pernyataan pelepasan tanah pecatu oleh Kades, kata dia, mengakibatkan adanya dugaan kerugian sekitar 62 are yang diduga dijual oleh orang yang mengaku ahli waris. Adapun taksiran harga tanah yang diklaim ahli waris tersebut dijual Rp 75.000.000 per are. Dan kerugian ditaksirkan mencapai Rp 4,6 miliar lebih.
Perlu diketahui juga bahwasannya tanah Pecatu atau dalam istilah agraria disebut dengan tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat. Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
Tanah Pecatu yang dikenal dalam rumpun adat Suku Sasak di Pulau Lombok sendiri dapat dikonsepsikan sebagai tanah yang diberikan kepada pejabat tertentu oleh masyarakat adat untuk menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya berdasarkan prinsip bahwa tanah tersebut diberikan selama yang bersangkutan memangku jabatan dan dapat dianggap suatu pembayaran kepada pejabat tersebut oleh persekutuan adat untuk memelihara keluarganya. Tanah-tanah ini adalah tanah hak milik adat dimana mereka mempunyai hak atas pendapatan dan penghasilan dari tanah itu.
Namun, tanah pecatu pada saat ini kerap sedang terjadi masalah. Menurut sumber informasinya dapat dikatakan bahwasannya Masyarakat menyebutkan, tanah itu diklaim oleh masyarakat yang mengaku sebagai ahli waris. Masyarakat yang mengaku sebagai ahli waris mengeklaim tanah pecatu yaitu diantaranya terdapat kepala dusun (kadus), pekasih, dan penghulu di desa itu. Adapun taksiran harga tanah yang diklaim ahli waris tersebut dijual Rp 75.000.000 per are. Dan kerugian ditaksirkan mencapai Rp 4,6 miliar lebih.
Tanah Pecatu yang dikenal dalam rumpun adat suku Sasak di pulau Lombok dikonsepsikan sebagai tanah yang diberikan kepada pejabat tertentu oleh masyarakat adat untuk menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya berdasarkan prinsip bahwa tanah tersebut diberikan selama yang bersangkutan memangku jabatan dan dapat dianggap suatu pembayaran kepada pejabat tersebut oleh persekutuan adat untuk memelihara keluarganya. Dalam Perundang-undangan hak pakai atas tanah di atur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 ini juga mengatur Hak Pengelolaan/Hak Atas Tanah pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah dan Satuan Rumah Susun.