Kembali ke Masa Lampau Singapura di Kampung Lorong Buangkok

Sewa Murah, Sang Pemilik Hanya Ingin Menua Bersama Kawan-Kawan

boksss
TETAP BERTAHAN: Lucy Tyler me lintas di salah satu sudut Kampung Lorong Buangkok yang berbatasan dengan sebuah preschool bertingkat di kawasan Buangkok, Si ngapura. Foto atas, Sng Mui Hong di rumahnya di tengah kampung.

Di Kampung Lorong Buangkok, dinding, pintu, sampai jendela ke-26 rumah tersisa masih terbuat dari kayu. Kawat besi tipis juga diperlukan sebagai pelapis pagar agar ayam-ayam tak sembarangan berkeliaran di pekarangan.

RETNO DYAH AGUSTINA, Singapura | radarsampit.com

Bacaan Lainnya

LUCY Tyler berdiri cukup lama memandangi pagar kayu di salah satu rumah di Kampung Lorong Buangkok. Dia kesengsem dengan keramaian warnanya.

Dengan ponsel pintarnya, perempuan asal Inggris itu pun mengabadikan pagar kayu setinggi 50 sentimeter tersebut dan mengunggahnya ke akun media sosialnya. ”Ternyata masih ada rumah-rumah seperti ini. Padahal, anak dan cucu mereka mungkin sudah tinggal di apartemen bertingkat,” tuturnya.

Dia memang sudah lama mendengar Kampung Lorong Buangkok sebagai tempat wisata. Setelah tinggal selama 16 bulan di Singapura, barulah dia sempat mengunjungi kampung tersebut pada awal Juni lalu.

Kampung itu bisa diakses dengan bus. Pengunjung bisa turun di halte Gereja St Vincent De Paul atau Bef Gerard Dr, lalu berjalan sekitar dua menit melintasi Sungei Punggol. ”Suasananya sangat sunyi. Berbeda dengan hiruk pikuk Singapura yang sibuk,” katanya.

Baca Juga :  Bupati Kotim Bentuk Tim Pakar Khusus Susun Tupoksi Aturan DAD dan Damang

Ke Kampung Lorong Buangkok memang seperti kembali ke Singapura masa silam. Benar-benar seperti di kampung, bumi dan langit jika dibandingkan gambaran Negeri Singa sekarang secara umum yang dipenuhi hutan beton dan gedung pencakar langit.

Di Kampung Lorong Buangkok, rumah-rumah sederhana berderet. Dinding, pintu, bingkai jendela, dan pagar terbuat dari kayu. Beberapa rumah bahkan tak memiliki pagar sama sekali. Hanya dipasangi sebuah papan bertulisan ”Private Property, No Trespassing”. Ada juga yang melapisi pagar mereka dengan kawat besi tipis agar ayam-ayam yang berkeliaran tak asal masuk ke pekarangan.

Walau sudah jarang digunakan, kotak surat lawas bisa ditemukan di teras atau menempel di pagar rumah. Atap-atap rumah mereka masih menggunakan pelat seng daripada genting.

Selayaknya pedesaan di Indonesia, jarak antar-rumah cukup luas. Warga yang memiliki mobil biasanya memilih mengeraskan halaman mereka agar bisa parkir dengan nyaman.



Pos terkait