Menengok Permukiman Eks Anggota Gafatar di Sukamara

Lahan dan Rumah Banyak Dijual Lagi, Pindah sebelum Pilpres 2019

gafatar
GAFATAR: Eks pemukiman mantan anggota Gafatar di Desa Karta Mulia yang kini sudah ditinggalkan.(fauzi/radarsampit)

Di Desa Kartamulia, Kecamatan Sukamara, terdapat sebuah pemukiman eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Tahun 2016 silam, Pemerintah Kabupaten Sukamara memutuskan menerima mereka untuk menetap di Sukamara. Bagaimana Kondisinya sekarang?

FAUZIANNUR, Sukamara

Bacaan Lainnya

Tahun 2016 silam menjadi titik balik mantan anggota Gafatar. Setelah ajaran dan organisasinya dilarang dan dibubarkan pemerintah, mereka berhamburan mencari tempat tinggal dan diantaranya memilih datang ke Kabupaten Sukamara. Saat itu, terdata 13 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah 42 jiwa terdiri dari dewasa dan anak-anak.

Saat awal kedatangan pada tahun 2016, mereka tinggal dalam satu lingkungan di Desa Kartamulia. Mereka tidak pernah berinteraksi maupun bersosialisasi dengan warga  setempat. Lantaran itulah memunculkan kecurigaan, hingga dipastikan mereka merupakan bekas anggota Gafatar.

Pemkab Sukamara akhirnya memutuskan menerima mereka dengan syarat bertaubat dan menandatangani pernyataan. Beberapa poin pernyataan tersebut, di antaranya mengakui telah keluar dari Gafatar dan kembali menjadi masyarakat biasa, bersedia membaur dan menjunjung tinggi adat dan budaya masyarakat setempat, menyatakan tidak akan mengajak maupun membawa warga lain masuk Gafatar, tidak melakukan kegiatan bertentangan dengan nilai agama, norma maupun Pancasila serta tunduk pada peraturan yang berlaku. Mereka juga menyatakan bersedia diproses secara hukum jika melanggar ketentuan tersebut.

Baca Juga :  Tak Tahan Tekanan Hidup Berumah Tangga, Nekat Panjat Tower BTS Setinggi Puluhan Meter

Hidup baru mereka pun dimulai. Menuju pemukiman mereka tidaklah begitu jauh dari kota Sukamara. Kurang dari 10 menit menggunakan sepeda motor. Di lahan yang dibeli dari warga setempat, mereka membangun sekitar delapan unit rumah berbahan kayu beratap seng.

Mereka juga mulai membaur dengan masyarakat. Sebagian bekerja bercocok tanam, sebagian lagi mencoba peruntungan nasib dengan berjualan panganan keliling, maupun buruh tani di kebun warga.

”Bertani masih tetap, tetapi sebagian juga ada bekerja lainnya. Jika mengandalkan dari bercocok tanam saja, hanya bisa untuk makan,” cerita Edi, salah seorang mantan anggota Gafatar, waktu itu.



Pos terkait