Tambun berburu ke hutan melalui Bukit Raya, Bukit Bangapan, Bukit Mohod, Datah Hotap dan Sepan Kasuhui sampai petang hari. Namun, tidak menemukan binatang atau satwa yang dicari. Tambun pun menemukan sungai yang memiliki aliran air yang deras dan membuat sapan atau lanting dari Kayu Gahung.
Selanjutnya melakukan perjalanan dari sungai tersebut dan menemukan Riam Pajajan Hicop. Namun, sampan yang digunakan itu hancur dan membuatnya terbawa arus sungai.
Kemudian lanjut catatan Tabel Dalinsari, waktu itu sudah larut malam dan Tambun berhenti di Sungai Ahoi yang memiliki arti dari bahasa Dayak Ut Danum Menende Kahaka atau berhenti karena lelah.
Keesokan paginya, Tambun melakukan perjalanan ke Sungai Baraoi dan di tengah perjalanan menemukan riam yang cukup besar, serta sampan yang digunakannya kembali hancur dan terbawa arus. Setelah itu ia meminta tolong kepada siapa saja yang ada disitu.
Saat itu, ada satu binatang yang muncul bernama Bere dan berukuran cukup besar dan Tambun bersumpah untuk tidak membunuh serta memakan binatang ini hingga anak cucuknya nanti.
“Oi Jorawi eam kani aku ngonin iko akan ukun panguman anak osuk ku nyiring jaham,” cetus Tambun dalam catatan dari cerita mitos itu.
Namun, lantaran Tambun mengingat istrinya Bungai yang sedang mengidam ingin makan hati binatang, dirinya malah melanggar janji hingga akhirnya membunuh bere atau Jorawi serta mengambil hatinya.
Dengan sekejap setelah itu, petir menyala dan langit berubah gelap, Jorawi atau Jarawi berupa menjadi batu yang besar dan menutupi Sungai Baraoi sehingga Tambun menghilang secara gaib. Sampai saat ini riam ini terkenal dengan riam Jarawi atau Kiham Jorawi, dan dipercaya bekas telapak kaki Tambun masih ada di sebuah batu besar di pinggir di riam tersebut. (sos/gus)