Ternyata Ini Alasan Warga Desa Hanjalipan Tak Mau Direlokasi meski Diterjang Banjir

banjir
MASIH BANJIR: Situasi banjir di Desa Hanjalipan yang belum surut dan mengganggu aktivitas warga setempat, pekan lalu. (HENY/RADAR SAMPIT)

Kondisi itu kontras dengan rata-rata rumah warga. Warga setempat rela merogoh kocek ratusan juta untuk membangun rumah walet berkonstruksi beton. Ada pula yang semi beton dan seng. Sementara rumah warga sebagian besar hanya berkonstruksi kayu. Bahkan, banyak yang sebenarnya tak layak huni.

Salah satunya kediaman pasangan suami istri Ahmad Basahil (54) dan istrinya Zuairiyah (50). Rumah kayu itu seperti tak bisa disebut rumah. Lebih cocok disebut pondok. Bahkan, untuk beristirahat pun kurang aman.

Bacaan Lainnya

Bangunannya tak luas. Ada satu kamar tanpa pintu yang terendam banjir. Ruang tamu yang sempit dijadikan tempat untuk beristirahat. Ruang tengah menyatu dengan dapur. Lantai papan banyak berlubang.

Rumah itu berkonsep rumah panggung, namun tetap saja tenggelam. Dari tanah, air menggenang di ketinggian sepinggang orang dewasa.

Baca Juga :  SADIS!!! Teman Dibacok, lalu Dibuang

Saat dijumpai Radar Sampit di ruang tamunya, Zuariyah sedang bersama bayi yang masih sangat mungil dengan pipi kemerahan. Wafa Adzkiya namanya. Cucu Zuariyah yang lahir 9 September 2021 lalu.

Bayi itu lahir dalam situasi banjir. Meski sang bayi selamat, ibu bayi, anak Zuariyah, meninggal dunia setelah melahirkan. Bayi itu dirawat sang ayah, Reza (19), bersama Zuariyah.

Meski bencana tahun ini kembali menyapa, Zuariyah tetap bersyukur. Masih banyak masyarakat yang peduli dengan menyalurkan bantuan.

”Saya sangat berterima kasih kepada semua warga di Sampit yang sudah membantu saya dan keluarga kami. Semoga warga Sampit yang selama ini membantu warga Desa Hanjalipan tanpa henti selama banjir, selalu diberikan rezeki berlimpah,” kata wanita yang sudah memiliki tujuh cucu ini.

Senada dengan istrinya, Ahmad mengatakan, bantuan dari masyarakat sangat berharga bagi keluarganya. ”Mau ke kota lumayan jauh. Paket bahan pokok ini sangat membantu warga. Apalagi selama banjir ini hampir semua warga di desa tak bisa bekerja,” katanya usah menerima bantuan dari Owner Serba Harga Murah Girl (SHMG) bersama rombongan yang mengunjunginya.

Baca Juga :  Sedimentasi dan Sampah Jadi Biang Banjir di Pangkalan Bun

Ahmad sendiri berprofesi sebagai nelayan. Selama 28 hari, bahkan hampir sebulan sejak banjir dari luapan Sungai Mentaya melanda, dia kesulitan mencari ikan.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *