Suyoso menambahkan bahwa budaya literasi sudah menjadi keseharian yang diterapkan di SMPN 1 Sampit. Hal itu juga didukung dengan fasilitas pojok baca literasi di setiap kelas dan perpustakaan digital.
“Setiap Kamis sebulan sekali, murid kami diajarkan bercerita dan masih banyak lagi kebiasaan baik yang guru ajarkan untuk melatih kebiasaan membaca dan menulis, sehingga yang awalnya itu dipaksa berubah menjadi budaya dalam keseharian,” ujarnya.
Di jenjang SMA, Zenzia Taulina Samadan pelajar SMAN 1 Sampit yang meraih juara 1 dalam lomba menulis surat. Zenzia mengungkapkan sebagai generasi muda masih tertatih dalam mencari pijakan hidup. Pengangguran masih dialami kaum berpendidikan. Bahkan, banyak yang menyerah pada nasib, karena kurangnya ladang untuk menabur benih potensi.
Ia pun menyadari, bahwa dampak pandemi Covid-19 pada tahun 2020 lalu dan pemangkasan anggaran pada tahun 2025 ini, telah membatasi ruang gerak pembangunan daerah hingga pelosok desa.
“Masih ada percikan harapan, saya mengetahui cita-cita Bapak Bupati yang ingin mencetak 3000 pengusaha muda UMKM di Kotim. Sebuah gagasan progresif, yang tidak hanya menyentuh akar masalah, tapi juga menumbuhkan pohon solusi,” ujarnya.
Dengan bantuan modal awal dan pelatihan keterampilan, program ini bukan sekadar janji, melainkan pijakan menuju perubahan besar. Program tersebut menyentuh semangat anak muda yang ingin berkembang, serta membuka jalan menuju masa depan yang dibentuk oleh kemampuan dan kerja keras generasi muda.
“Saya mengusulkan agar sebagian dana hasil efisiensi, dapat lebih tegas dialokasikan untuk program pemberdayaan generasi muda. Tidak hanya pelatihan wirausaha, tetapi juga pengembangan keterampilan digital, pendampingan industri kreatif, penyediaan ruang inkubasi inovasi di setiap kecamatan, hingga kompetisi ide bisnis yang dirancang untuk pelajar dan alumni,” ujarnya
Misalnya, penyelenggaraan Youth Start-up Bootcamp bekerja sama dengan universitas lokal atau pelatihan Content Creator yang relevan dengan kebutuhan zaman.