Upaya penyelamatan lingkungan tak pernah gampang. Ekspansi investasi bermodal besar-besaran selalu jadi ancaman. Warga Desa Tumbang Ramei menjadi contoh perjuangan penyelamatan hutan dari pengusaha dan oknum pejabat rakus uang.
RADO, Sampit | radarsampit.com
Kerasnya perjuangan warga Tumbang Ramei mempertahankan hutan tak membuat lembaga wakil rakyat bergeming. Secara kelembagaan, DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur dinilai tutup mata terhadap upaya warga menyelamatkan hutan seluas 4.000 hektare dari ekspansi perusahaan perkebunan PT Bintang Sakti Lenggana (BSL). Padahal, warga telah bersurat ke lembaga tersebut untuk penyelesaiannya.
Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tumbang Ramei Wandi mengatakan, pihaknya seakan berjuang sendiri menyelamatkan hutan. Untungnya langkah mereka didukung penuh aktivis lingkungan hidup yang masih memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan hutan dan lingkungan.
”Kami sudah sering ke DPRD Kotim dan bisa kita lihat selama ini bagaimana sikap mereka untuk masalah di Tumbang Ramei. Masyarakat dan teman-teman bisa menilai sendiri,” ujarnya, Kamis (20/7).
Perjuangan mereka melindungi hutan dari perluasan areal PT BSL sudah berjalan lebih dari setahun terakhir. Menurutnya, surat yang dikirim ke DPRD Kotim untuk meminta agar DPRD menyikapi perizinan yang ditolak di wilayah desa tersebut tidak pernah dihiraukan.
”Artinya, kami tidak punya wakil di DPRD dan kami berjuang sendiri untuk masa depan generasi kami di sini. Setidaknya apa yang kami lakukan bisa tercatat dalam sejarah hidup kami. Berjuang untuk kepentingan bersama, bukan untuk diri kami sendiri,” tegasnya.
Wandi melanjutkan, apabila mereka berpikir ingin mendapatkan keuntungan, dengan sikap diam pun mereka sudah bisa mendapatkan sejumlah uang dari oknum tertentu. Asalkan tidak bereaksi ketika ada penggarapan terhadap areal Desa Tumbang Ramei.
Ketegasan sikap aparatur dan warga Tumbang Ramei patut menjadi teladan. Tak silau dengan uang, mereka tetap berjuang mempertahankan kehidupan. Sikap yang harusnya menjadi pukulan paling memalukan bagi oknum pejabat yang rela ”menjual” lingkungan dengan imbalan uang.