Di samping itu, regulasi aturan harus ditaati oleh seluruh perusahaan perkebunan sawit.
”Kami juga berharap pada saat menggunakan pupuk dan sebagainya, harus ramah lingkungan dan utamakan menggunakan pupuk organik, dengan demikian masyarakat mendapat manfaat, keberadaan kebun membawa manfaat juga untuk masyarakat dan lingkungan tetap terjaga dengan baik,” ucap Sanidin.
Siyono sependapat keberadaan perkebunan sawit harus sesuai dengan aturan. ”Apabila perusahaan yang belum menjalankan aturan itu, maka reformasi di pemerintahan harus dijalankan dengan melakukan penindakan,” tegas Siyono.
”Karena, kesejahteraan masyarakat sekitar adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua perusahaan yang ada di sekitarnya,” tambahnya.
Calon Wakil Bupati Kotim Nomor Urut 3, Paisal Damarsing, sepakat program CSR wajib dijalankan perusahaan besar swasta untuk kepentingan masyarakat.
”Tetapi, fakta di lapangan program CSR tidak jalan dengan efektif dan tidak sampai. Dalam hal ini, tentu kami berkomitmen, kami akan perbaiki sistem dengan cara bermusyawarah dengan PBS dan mendengar masukan dari masyarakat sekitar,” ujar Paisal.
Pihaknya juga akan melestarikan hutan yang ada. ”Dan mungkin saran strategisnya, kami akan merundingkan dengan perusahaan dan masyarakat sekitar,” sambungnya.
Program CSR dinilai sebagai masalah klasik. ”Masyarakat notabenenya meminta kebijakan,” kata Calon Bupati Kotim Muhammad Rudini menambahkan statemen Paisal.
Sementara itu, calon bupati Kotim nomor urut 1, Halikinnor membenarkan program CSR sudah menjadi kewajiban yang telah diatur sesuai ketentuan bagi perusahaan untuk membantu masyarakat.
”Tapi, memang kami menyadari program CSR itu belum berjalan maksimal, tetapi sebagian besar sudah dilaksanakan,” ujar Halikinnor.
Selain itu, ada kewajiban perusahaan untuk memberikan 20 persen plasma. Saat ini sudah ada 137 koperasi yang sudah menerima plasma dari 40 perusahaan.
”Kami juga menggalakkan usaha ekonomi produktif. Dimana perusahaan itu membantu perusahaan dengan memberikan modal usaha,” katanya.